KARAKTERISTIK
UMUM MASYARAKAT DESA
Masyarakat desa selalu memiliki
ciri-ciri atau dalam hidup bermasyarakat, yang biasanya tampak dalam perilaku
keseharian mereka. Pada situasi dan kondisi tertentu, sebagian karakteristik
dapat digeneralisasikan pada kehidupan masyarakat desa di Jawa. Namun demikian,
dengan adanya perubahan sosial religius dan perkembangan era informasi dan
teknologi, terkadang sebagian karakteristik tersebut sudah “tidak berlaku”.
Berikut ini disampaikan sejumlah karakteristik masyarakat desa, yang terkait
dengan etika dan budaya mereka, yang bersifat umum yang selama ini masih sering
ditemui. Setidaknya, ini menjadi salah satu wacana bagi kita yang akan
bersama-sama hidup di lingkungan pedesaan.
1. SederhanaSebagian besar masyarakat desa hidup
dalam kesederhanaan.Kesederhanaan ini terjadi karena dua hal:
a. Secara ekonomi memang tidak
mampu.
b. Secara budaya memang tidak
senang menyombongkan diri.
2. Mudah curigaSecara umum, masyarakat desa akan
menaruh curiga pada:a. Hal-hal baru di luar dirinya yang belum dipahaminyab.
Seseorang/sekelompok yang bagi komunitas mereka dianggap “asing”
3. Menjunjung tinggi “unggah-ungguh”Sebagai “orang
Timur”, orang desa sangat menjunjung tinggi kesopanan atau“unggah-ungguh”
apabila:a. Bertemu dengan tetanggab. Berhadapan dengan pejabatc. Berhadapan
dengan orang yang lebih tua/dituakand. Berhadapan dengan orang yang lebih mampu
secara ekonomie. Berhadapan dengan orang yang tinggi tingkat pendidikannya
4. Guyub, kekeluargaanSudah menjadi karakteristik
khas bagi masyarakat desa bahwa suasana kekeluargaan dan persaudaraan telah
“mendarah-daging” dalam hati sanubari mereka.
5. Lugas“Berbicara apa adanya”, itulah ciri khas
lain yang dimiliki masyarakat desa.Mereka tidak peduli apakah ucapannya
menyakitkan atau tidak bagi orang lainkarena memang mereka tidak berencana
untuk menyakiti orang lain. Kejujuran, itulah yang mereka miliki.
6. Tertutup dalam hal keuanganBiasanya masyarakat
desa akan menutup diri manakala ada orang yang bertanya tentang sisi kemampuan
ekonomi keluarga. Apalagi jika orang tersebut belum begitu dikenalnya.
Katakanlah, mahasiswa yang sedang melakukan tugas penelitian survei pasti akan
sulit mendapatkan informasi tentang jumlah pendapatan dan pengeluaran mereka.
7. Perasaan “minder” terhadap orang kotaSatu
fenomena yang ditampakkan oleh masayarakat desa, baik secara langsung ataupun
tidak langsung ketika bertemu/bergaul dengan orang kota adalah perasaan
mindernya yang cukup besar. Biasanya mereka cenderung untuk diam/tidak banyak
omong.
8. Menghargai (“ngajeni”) orang lainMasyarakat desa
benar-benar memperhitungkan kebaikan orang lain yang pernah diterimanya sebagai
“patokan” untuk membalas budi sebesar-besarnya. Balas budi ini tidak selalu
dalam wujud material tetapi juga dalam bentuk penghargaan sosial atau dalam bahasa
Jawa biasa disebut dengan “ngajeni”.
9. Jika diberi janji, akan selalu diingatBagi
masyarakat desa, janji yang pernah diucapkan seseorang/komunitas tertentu akan
sangat diingat oleh mereka terlebih berkaitan dengan kebutuhan mereka. Hal ini
didasari oleh pengalaman/trauma yang selama ini sering mereka alami, khususnya
terhadap janji-janji terkait dengan program pembangunan di daerahnya.Sebaliknya
bila janji itu tidak ditepati, bagi mereka akan menjadi “luka dalam” yang
begitu membekas di hati dan sulit menghapuskannya. Contoh kecil: mahasiswa
menjanjikan pertemuan di Balai Desa jam 19.00. Dengan tepat waktu, mereka telah
standby namun mahasiswa baru datang jam 20.00. Mereka akan sangat kecewa dan
selalu mengingat pengalaman itu.
10. Suka gotong-royongSalah satu ciri khas
masyarakat desa yang dimiliki dihampir seluruh kawasan Indonesia adalah
gotong-royong atau kalau dalam masyarakat Jawa lebih dikenal dengan istilah
“sambatan”. Uniknya, tanpa harus dimintai pertolongan, serta merta mereka akan
“nyengkuyung” atau bahu-membahu meringankan beban tetangganya yang sedang punya
“gawe” atau hajatan. Mereka tidak memperhitungkan kerugian materiil yang
dikeluarkan untuk membantu orang lain. Prinsip mereka: “rugi sathak, bathi
sanak”. Yang kurang lebih artinya: lebih baik kehilangan materi tetapi mendapat
keuntungan bertambah saudara.
11. DemokratisSejalan dengan adanya perubahan
struktur organisasi di desa, pengambilan keputusan terhadap suatu kegiatan
pembangunan selalu dilakukan melalui mekanisme musyawarah untuk mufakat. Dalam
hal ini peran BPD (Badan Perwakilan Desa) sangat penting dalam mengakomodasi
pendapat/input dari warga.
12. ReligiusMasyarakat pedesaan dikenal sangat
religius. Artinya, dalam keseharian mereka taat menjalankan ibadah agamanya.
Secara kolektif, mereka juga mengaktualisasi diri ke dalam kegiatan budaya yang
bernuansa keagamaan. Misalnya: tahlilan, rajaban, Jumat Kliwonan, dll
POLA PEMUKIMAN MASYARAKAT PEDESAAN
1. Pola Memusat, Pola perkampungan memusat dapat
dengan mudah Anda temui pada wilayah-wilayah dataran tinggi atau perkampungan yang
dibentuk karena aturan adat.Penduduk yang mendiami perkampungan ini pun relatif
tidak begitu banyak dan biasanya dihuni secara turun temurun oleh beberapa
generasi.
2. Pola Tersebar, Pola desa tersebar terdapat di
daerah dataran tinggi atau gunung api.Penduduk akan mendirikan permukiman
secara tersebar karena mencari daerah-daerah yang relatif aman, tidak terjal,
dan morfologi yang relatif rata.Pola tersebar juga terdapat di wilayah karst
(kapur). Penduduk akan tersebar mencari daerah yang memiliki kondisi air yang
baik karena biasanya di daerah karst kondisi air sangat buruk.
3. Pola Linear atau Memanjang, Pola permukiman
pedesaan yang masih sangat tradisional banyak mengikuti pola bentuk sungai,
karena saat itu sungai sebagai sumber kehidupan sehari-hari.Selain itu, juga
berfungsi sebagai jalur transportasi antarwilayah. Melalui jalur transportasi
sungai, perekonomian sederhana saat itu telah berlangsung.
Kondisi seperti ini banyak ditemui
di wilayah-wilayah kerajaan Jawa (contoh masa Majapahit) dan Sumatera (masa
Sriwijaya). Pola ini juga masih berkembang hingga kini di wilayah pedesaan
pedalaman, seperti di pedalaman Siberut, Kalimantan, dan Papua.Saat ini pola
permukiman wilayah pedesaan, khususnya di Pulau Jawa dan Sumatera sedikit
banyak telah dipengaruhi oleh keberadaan jalan.Sehingga penempatan rumahnya pun
akan mengikuti arah jalan. Biasanya, pola permukiman ini banyak tersebar pada
wilayah yang memiliki topografi datar. Sejalan dengan itu, posisi bangunan
rumah pedesaan menghadap ke arah yang tidak teratur.Menurut kondisi fisik
bangunan, rumah di pedesaan banyak dibangun secara tidak permanen, terbuat dari
bahan yang tidak sepenuhnya dari tembok
Komentar
Posting Komentar