Tradisi Petik Laut
Sejarah Petik Laut Pugerkulon Tradisi petik laut kerap pula disebut sebagai Larung Sesaji. Penamaan petik laut terkait karena upacara ini disadari juga sebagai syukuran para nelayan dengan segala hal yang telah diberikan oleh laut. Ada pun nama larung sesaji terkait dengan prosesi pelaksanaan upacara ini yang diakhiri dengan melarungkan sesaji ke laut. Upacara adat ini merupakan tradisi masyarakat sejak tahun 1894. saat itu lurah puger di jabat oleh Singo Truno, kata Kepala Desa Pugerkulon, Adi Sutomo.
Konon pada waktu itu wilayah Puger meliputi
desa Pugerkulon, Pugerwetan, Lojejer, Mojosari, dan Grenden. Ada pun upacara
itu sendiri pada mulanya bernama Labuh Sesajen, atau dalam istilah bahasa
Indonesia disebut Larung Sesaji. Larung sesaji itu dilakukan di pantai selatan,
yakni di Pantai Pancer Plawangan Pugerkulon. Konon di Pantai Plawangan inilah
bersemayam Punggawa Nyi Roro Kidul, sehingga di daerah itu kerap menelan korban
jiwa para nelayan. Namun demikian ujub-ujub atau permohonan doa adat yang
dilakukan oleh sesepuh desa, selalu tidak lepas menyebut sosok adikodrati
lainnya yang dipercaya terkait. Mulai dari Nyi Hemas Roro Kidul, Mbah Sindu
Wongso.
Bermula
dari keyakinan-keyakinan seperti itulah, tradisi petik laut di Puger Kulon dari
waktu ke waktu terus hidup dan selalu dilangsungkan setiap tahun. Kesadaran
akan adanya mahluk lain yang memiliki kekuatan yang luar biasa, serta kuatnya
keinginan untuk memperoleh keselamatan hidup telah menjadi pilar utama yang
membuat tradisi petik laut terus dilangsungkan.
Pelaksanaan
larung sesaji sesungguhnya dilakukan sepanjang tiga tahapan selama dua hari.
Tahapan pertama, adalah mengadakan syukuran di balai desa Pugerkulon. Acara ini
dihadiri oleh warga nelayan, para tokoh masyarakat, perangkat desa dan para
alim ulama. Pelaksanaan syukuran ini sesungguhnya dengan kenduri bersama-sama,
yang kemudian diakhiri pagelaran wayang kulit semalam suntuk.
Esok
harinya Tradisi larung sesaji diawali dengan kirap sesaji dari alunalun Puger
mengelilingi Desa Pugerkulon, lalu kembali lagi ke alun-alun untuk meminta izin
kepada kepala daerah tingkat II Jember, yakni Bupati selaku wakil dari Pangeran
Puger. Permohonan izin ini biasanya dilakukan oleh Ki Demang Pugerkulon,
Pugerwetan, serta didampingi camat Puger (Penewu) serta anggotanya untuk
memulai upacara adat larung sesaji. Prosesi permohonan izin dan pemberian izin
ini dilakukan secara monolog.
Masing-masing pihak, secara bergantian maju ke
depan dan berbicara. Setelah upacara permohonan izin selesai dilakukan, acara
dilanjutkan pada tahapan berikutnya yakni dengan peletakan uang logam yang
dibungkus daun kering oleh Bupati selaku wakil dari Pangeran Puger, ke dalam
perahu kecil yang berisi ubo rampen sesaji. Berbagai potensi puger ditempatkan
di dua perahu kecil yang berbentuk jukung dan perahu besar. Di dalam perahu
tersebut juga diberi sayur-sayuran yang melambangkan agar masyarakat senantiasa
bersatu. Berbagai potensi dan sesaji tersebut kemudian diarak menuju pantai. Bupati
beserta pejabat teras pemda dengan diiringi Demang, Dayang-dayang, Regu
umbul-umbul, Warga Nelayan yang berpakaian adat dan kesenian tradisional
mengikuti dari belakang, menuju pantai untuk melarung sesaji.
Namun
demikian begitu rombongan arak-arakan ini sampai di pantai, mereka terlebih
dahulu harus berhenti untuk mengikuti prosesi ujub-ujub yang dilakukan oleh
sesepuh dukun, yang kemudian dilanjutkan dengan tari persembahan yang dilakukan
oleh dua orang tandak sebagai pengantar ubo rampen sesaji akan dilarungkan.
Larung sesaji tersebut juga menandai mulai membaiknya cuaca dan masa penen
ikan.
Tujuan
Upacara Petik Laut Tujuan seluruh rangkaian upacara tersebut secara teologis
adalah sebagai ungkapan keyakinan Masyarakat Pesisir Pugerkulon terhadap
kehidupan yang saling terkait antara manusia, alam, dan Tuhan. Khusus hubungan
antara manusia dan alam, termasuk laut, ritual ini setidaknya berfungsi dalam
dua hal. Pertama, petik laut berfungsi sebagai sarana untuk menundukkan atau
sesuatu yang dalam bahasa Jawa disebut numbal keganasan laut sehingga dalam
aktivitas melautnya bisa selamat serta memperoleh ikan yang banyak. Fungsi ini
lebih terkait dengan fungsi ekonomi karena laut adalah tempat pencaharian utama
mereka dalam bidang ekonomi.
Kedua, petik laut merupakan sarana
bagi perekatan hubungan sosial di antara sesama nelayan. Perekatan sosial ini
diwujudkan dalam bentuk kegiatan yang bersifat keagamaan, karena petik laut
sangat kental dengan ritual-ritual keagamaan. Fungsi ini terkait dengan fungsi
sosial-keagamaan dari petik laut. Fungsi ini diyakini betul oleh masyarakat
Pugerkulon di mana petik laut tidak ubahnya dengan hari raya Islam, seperti
Idul Fitri maupun perayaan Maulud Nabi. Dalam ritual-ritual di atas, masyarakat
seakan disatukan oleh pemahaman dan keinginan bersama untuk mewujudkan
kehidupan yang berimbang antara keharmonisan sosial dan religiusitas
keagamaanya.
Sumber :
1. Abdul Gofurur Rohim. 2009. Tradisi Petik Laut Dan Pengaruhnya Terhadap
Kehidupan Keberagaman Masyarakat Nelayan Desa Pgerkulon Kecamatan Puger
Kabupaten Jember[skripsi]. Yogyakarta: UIN Sunan
Kalijogo.
2. https://lokalkarya.com/festival-petik-laut-pantai-pancer-puger.html
Komentar
Posting Komentar