Langsung ke konten utama

PERSEBARAN ISLAM MELALUI MEDIA WAYANG KULIT DI TANAH JAWA






PERSEBARAN ISLAM MELALUI MEDIA WAYANG KULIT
DI TANAH JAWA
28/04/2020

KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah, yang Maha Mengetahui dan Maha Melihat hamba-hambanya. Alhamdulillah karena berkat rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah Sejarah Kebudayaan Indnesia ini. Adapun maksud dan tujuan kami disini yaitu  menyajikan beberapa hal yang menjadi materi dari makalah kami. Makalah  ini membahas mengenai “persebaran islam oleh walisongo di pulau jawa”. Makalah ini menggunakan bahasa yang mudah dimengerti untuk para pembacanya.
            Kami menyadari bahwa didalam makalah kami ini masih banyak kekurangan , kami mengharapkan kritik dan saran demi menyempurnakan makalah kami agar lebih baik dan dapat berguna semaksimal mungkin. Akhir kata kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu proses penyusunan dan penyempurnaan makalah ini.


                                                                                                       
                                                                                          Penyusun

                                                                                         Rizal Fahmi

BAB 1

PENDAHULUAN

 

1.1 Latar Belakang


            Pada   era   globalisasi   ini,   hampir   semua   bidang   kehidupan   rakyat   Indonesia   yangmayoritas beragama  Islam  telah  dirambah  oleh   bangsa  lain,  terutama   bangsa  barat yang   notebene  bukan  Islam  bahkan  cenderung  tidak  menghiraukan  norma-norma  agama.  Saya  sengajamenyusun makalah mengenai Wali Songo ini  dengan   harapan agar para orang   tua, para guru,para penulis, dan para anak-anak mempunyai wawasan lebih luas mengenai penyebaran agamaIslam
            Sebelum datangnya Islam, masyarakat Jawa sudah menganut agama Hindu-Budha, dan kepercayaan terhadap nenek moyang. Hal ini terbukti dengan adanya peninggalan-peninggalan sejarah seperti candicandi, patung, maupun prasasti. Kehidupan masyarakat Jawa yang penuh dengan tradisi mulai mengalami perubahan ketika Islam memasuki pulau Jawa. Para pembawa dan penyebar Islam mencari celah-celah di antara kekuatan animisme dan dinamisme, berbagai saluran dan upaya dilakukan untuk memesukan ajaran Islam masuk ke Jawa, penduduk Jawa sarat dengan kehidupan mistik yang diwujudkan dalam upacara-upacara tradisi pemujaan roh nenek moyang.[1]
            Persebaran islam di pulau Jawa tidak luput dari peran penting para ulama’ pada waktu itu, terutama para Walisongo. Terobosan dan pembaharuan Islam di jawa telah banyak dilakukan oleh para walisongo. Hal tersebut menjadikan walisongo sangat dihormati oleh masyarakat Jawa. Makam-makam walisongo banyak dijadikan tempat ziarah dan dikunjungi oleh masyarakat Indonesia. Untuk itu, agar dapat mengetahui peran walisongo dalam mengembangakn agama Islam di Pulau Jawa serta riwayat hidup para walisongo, penulis menyusun karya ilmiah tentang peran walisongo dalam mentransfer tasawuf di Indonesia.[2]
            Walisongo mempunyai berbagai cara untuk menyebarkan islam. Salah satu yang diterapkan adalah melalui kesenian wayang kulit. Kesenian sebagai salah satu unsur kebudayaan, merupakan bentuk aktivitas manusia dalam tujuan tertentu, oleh karena itu seni budaya mengkomunikasikan nilai-nilai yang mendasari tindakan manusia. Salah satu bentuk kesenian itu adalah pergelaran wayang kulit. Dimana bentuk kebudayaan dari wayang dilambangkan dengan tokoh punakawan. Sedangkan inti pokok dari kebudayaan adalah cipta,rasa dan karsa.[3]

1.2 Rumusan Masalah


            1. bagaimana walisongo menyerbakan islam di pulau jawa ?
            2. bagaimana fungsi dan peranan wayang pada masa kini ?

1.3 Tujuan


            1. untuk mengetahui bagaimana walisongo menyebarkan islam di pulau Jawa.
            2. untuk mengetahui fungsi dan peranan wayang pada masa kini.



BAB 2

PEMBAHASAN

           
Sebelum Hindu datang ke Jawa, masyarakat Jawa telah memiliki budayanya sendiri yang terlepas sama sekali dari tradisi lain maupun agama. Akan tetapi, dengan datangnya agama Hindu, budaya Jawa kemudian berbaur dengan tradisi Hindu sehingga kelak lahirlah apa yang dinamakan dengan kebudayaan Hindu-Jawa. Artinya, kedunya mengalami pertemuan pada titik yang terdapat kesamaan antara keduanya atau Kalimah Sawa’, dalam konsepsi al-Qur’an. Setelah Islam datang ke Jawa, Islam juga berbaur dengan tradisi Hindu-Jawa ini, dan di sinilah terjadinya sinkretisasi antara Islam dan budaya setempat.[4]
            Sunan Kalijaga merukan salah satu wliyullah yang termasuk dalam walisongo. Kedudukannya sebagai seorang wali dikukuhkan dahadapan sunan Giri yang dianggap sebagai ketua para wali dijawa. Sebagai tanda kewalian. Sunan Kalijaga bergelar sunan seperli wali lainnya. Kata sunan berasal dari bahasa Arab yang merupakan kata jamak dari sunnat yang berarti tingkah laku, adat kebiasaan. Adapun tingkah laku yang dimaksud adalah yang serba baik, sopan santun,, berbudi luhur, hidup penuh dengan kebajikan sesuai tuntutan agama Islam. Oleh karena itu seorang sunan akan senantiasa berperilaku penuh kebajikan mengajak kearah dan melarang perbuatan mungkar.
            Masuknya wayang ke Jawa tidak saja memberikan pengaruh pada bidang agama tetapi juga dalam bidang kebudayaan yang adiluhung yaitu wayang kulit. Ketika kerajaan Majapahit mengalami keruntuhan, semua perlengkapan upacara kerajaan dibawa ke Demak termasuk wayang dan alat gamelan yang merupakan seni budaya istana yang sudah berkembang pada zaman Hindu-Budha. Atas perintah Raden Patah Walisongo meyempurnakan bentuk wayang dan membuat lakon carangan yang didalamnya dimasukan unsur aqidah, ibadah dan akhlaq menurut ajaran Iskam. Sunan Kalijaga memasukan unsur pendidikan Moral,ketuhanan dan hidup bermasyarakat. Dengan masuknya Islam ke Jawa maka berubahlah bentuk Wayang yang ada sehingga hal ini mempengaruhi cerita yang akan dibawakan,dengan berubahnya bentuk ini dan semakin terperincinya cerita yang dibawakan dalam wayang. Kerana dalam ajaran Islam terdapat adanya larangan penggambaran yang menyerupai bentuk manusia. Fungsi wayang selain sebagai media hiburan juga sebagai sarana politis dalam menyebarankan Islam ditanah Jawa oleh Walisongo. Bentuk wayang juga disempurnakan lagi dan ditambah jumlahnya sehingga dapat dipergunakan untuk memainkan cerita.[5]
            Rubrik wayang itu identik dengan budaya jawa. Bahkan di era sekarang penggunaan tokoh wayang sering dijadikan sarana refleksi dan keteladanan masyarakat.hal ini sering ditampilkan dalam surat kabar solopos. Wayang dalam nilai-nilai budaya jawa punya jenis dan corak yang beraneka ragam salah satunya wayang purwa dan adanya berbagai modifikasi kontemporer dan menjadikan wayang jauh lebih menarik dan wayang dijadikan sebagai realitas budaya jawa yang kaya akan falsafah hidup yang luhur sehingga oleh media situasi dikemas dengan berbagai format yang dapat dijual ataupun memiliki daya tarik tertentu.
            Pertunjukan wayang purwa sangat berdampak positif bagi perubahan sikap dalam masyarakat. Dalam hal ini wayang merupakan bahasa simbol kehidupan yang lebih bersifat rohaniah daripada jasmaniah. Setiap penonton yang melihat pagelaran wayang yang dilihat bukan wayangnya melainkan masalah yang tersirat dalam tokoh pelaku dalam pewayangan itu.


KESIMPULAN

           
Dengan masuknya Islam ke Jawa maka berubahlah bentuk Wayang yang ada sehingga hal ini mempengaruhi cerita yang akan dibawakan,dengan berubahnya bentuk ini dan semakin terperincinya cerita yang dibawakan dalam wayang. Kerana dalam ajaran Islam terdapat adanya larangan penggambaran yang menyerupai bentuk manusia. Fungsi wayang selain sebagai media hiburan juga sebagai sarana politis dalam menyebarankan Islam ditanah Jawa oleh Walisongo. Bentuk wayang juga disempurnakan lagi dan ditambah jumlahnya sehingga dapat dipergunakan untuk memainkan cerita.  
            Rubrik wayang itu identik dengan budaya jawa. Bahkan di era sekarang penggunaan tokoh wayang sering dijadikan sarana refleksi dan keteladanan masyarakat.hal ini sering ditampilkan dalam surat kabar solopos. gan kebudayaan asing. Pertunjukan wayang purwa sangat berdampak positif bagi perubahan sikap dalam masyarakat. Dalam hal ini wayang merupakan bahasa simbol kehidupan yang lebih bersifat rohaniah daripada jasmaniah. Setiap penonton yang melihat pagelaran wayang yang dilihat bukan wayangnya melainkan masalah yang tersirat dalam tokoh pelaku dalam pewayangan itu.[6]







DAFTAR PUSTAKA


Supriyanto, 2009,”Dakwah Sinkretis Sunan Kalijaga”, Purwokerto: STAIN Purwokerto.
Mas’udi, 2015, “DAKWAH NUSANTARA (Kerangka Harmonis Dakwah Walisongo dalam Desiminasi Ajaran Islam Nusantara)”, Kudus: STAIN Kudus.
Sultoni, 2016, “Nilai-Nilai Ajaran Tasawuf Walisongo, Dan Perkembangannya Di Nusantara”, Tulungagung: kabilah.
Anggoro bayu, 2018, “Wayang dan Seni Pertunjukan: Kajian Sejarah Perkembangan Seni Wayang di Tanah Jawa sebagai Seni Pertunjukan dan Dakwah”, Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
Bastomi, Suwaji. 1996. Gemar Wayang. Semarang: IKIP Semarang Press.

           



[1] Bayu Anggoro, Wayang dan Seni Pertunjukan: Kajian Sejarah Perkembangan Seni Wayang di Tanah Jawa sebagai Pertunjukan dan Dakwah,(Surakarta: Universitas Sebelas Maret, 2018).
[2] Sultoni, Nilai-Nilai Ajaran Tasawuf walisongo, dan Perkembangannya di Nusantara, (Tulungagung: Kabilah, 2016).
[3] Mas’udi, DAKWAH NUSANTARA (Kerangka harminis dakwah Walisongo Dalam Diseminasi Ajaran Islam di Nusantara), (Kudus: STAIN Kudus, 2015).
[4] Supriyanto, dakwah Sinkretis Sunan kalijaga, (Purwokerto: STAIN Purwokerto, 20090.
[5] Bayu Anggoro, Wayang dan Seni Pertunjukan: Kajian Sejarah Perkembangan Seni Wayang di Tanah Jawa sebagai Pertunjukan dan Dakwah,(Surakarta: Universitas Sebelas Maret, 2018).

[6] Bastomi, Suwaji, Gemar Wayang, (Semarang: IKIP Semarang Press, 1996).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TEDAK SITEN JAWA || tradisi dan tata cara pelaksanaanya masyarakat jawa

Tedak Siten merupakan ritual atau upacara yg dering dilakukan oleh mastyarakat jawa. Dan juga merupakan tradisi turun-temurun dari warisan leluhur. Tedak siten biasanya dikenal juga sebagai upacara turun tanah. Tedak artinya turun atau menapakkan kaki, Siten dari kata Siti yang artinya tanah atau bumi. Jadi Tedhak Siten berarti menapakkan kaki ke tanah/bumi. Upacara Tadhek siten juga diartikan sebagai kedekatan anak manusia denagn bumi pertiwi, yakni bumi yg jadi tempat berpijaknya.  Dengan cara menyayangi alam agar tercipta kehidupan yg damai dan makmur. Dan juga mengingatkan akan banyaknya yang telah diberi oleh tanak bagi kehidupan manusia di alam, sebagai sumber kehidupan dan juga bercocok tanam. Dengan menjalani semua keseimbangan alam dan dunia agar kehidupan manusia lebih baik. kapan dilakukan ? Pada waktu seorang anak kecil berumur tuju selapan atau 245 hari. Selapan merupakan kombinasi tujuh hari menurut kalender internasional dan hari lima mururt...

PENELITIAN DESA BADEAN KECAMATAN BANGSALSARI KABUPATEN JEMBER

LAPORAN PENELITIAN STRATIFIKASI SOSIAL MASYARAKAT PERKEBUNAN DESA BADEAN KECAMATAN BANGSALSARI KABUPATEN JEMBER Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Sosiologi Dosen Pengampu : Dr. EKO CRYS ENDRAYADI, M. Hum               197108251999031001 Nama Kelompok : ·          RIZAL FAHMI                                    180110301038 ·          BAGUS P LAKSONO                        180110301055 ·          NASHRUL MAHFUDHIN ERSA     180110301066 ·      ...

Tradisi Petik Laut di Puger

Tradisi Petik Laut                        Sejarah Petik Laut Pugerkulon Tradisi petik laut kerap pula disebut sebagai Larung Sesaji. Penamaan petik laut terkait karena upacara ini disadari juga sebagai syukuran para nelayan dengan segala hal yang telah diberikan oleh laut. Ada pun nama larung sesaji terkait dengan prosesi pelaksanaan upacara ini yang diakhiri dengan melarungkan sesaji ke laut. Upacara adat ini merupakan tradisi masyarakat sejak tahun 1894. saat itu lurah puger di jabat oleh Singo Truno, kata Kepala Desa Pugerkulon, Adi Sutomo.   Konon pada waktu itu wilayah Puger meliputi desa Pugerkulon, Pugerwetan, Lojejer, Mojosari, dan Grenden. Ada pun upacara itu sendiri pada mulanya bernama Labuh Sesajen, atau dalam istilah bahasa Indonesia disebut Larung Sesaji. Larung sesaji itu dilakukan di pantai selatan, yakni di Pantai Pancer Plawangan Pugerkulon. Konon di Pantai Plawangan inil...